Muara Enim, (tabloidpilarpost.com) Fenomena Mencari dan mendapatkan tenaga kerja yang profesional dan potensial tidaklah mudah. Sebuah organisasi atau perusahaan harus mampu melakukan penyaringan dan seleksi pelamar agar mendapatkan tenaga kerja yang profesional. Pada Minggu Malam (02/02/2025)
Proses penyaringan tenaga kerja biasanya dilakukan oleh sebuah perusahaan. Dalam melaksanakan proses rekrutmen karyawan, perusahaan harus menentukan kriteria yang harus dimiliki oleh pelamar. Apabila perusahaan salah mengambil tindakan dalam proses rekrutmen, akan berakibat buruk bagi perusahaan dikemudian hari.
Contohnya, salah satu perusahaan di wilayah Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan Membuka penerimaan karyawan Dalam penerimaan tersebut beberapa lowongan kerja di suguhkan kepada masyarakat baik dalam daerah dan juga luar daerah tentunya.
Antusias masyarakat sangat luar biasa, sehingga ribuan berkas yang di terima oleh pihak panitia. Tahap demi tahap yang dijalani para peserta, yang mana sengitnya persaingan langkah para peserta mulai ada yang berhenti dari seleksi tahap awal. Seperti biasanya rangkaian seleksi dilakukan untuk memperoleh karyawan terbaik untuk mengoperasikan Perusahaan yang lama maupun baru yang berada di wilayah tersebut.
Namun kebijakan yang dibuat oleh pihak Perusahaan, yang mana penerimaan berkas mengundang sejuta tanya, bagi masyarakat pribumi , dan harus melalui pihak terkait, dalam jajaran pemerintah daerah,
Lalu putra putri daerah yang akan mengikuti seleksi menyesuaikan alamatnya masing-masing. Artinya bahwa yang lebih di utamakan dalam penerimaan karyawan baru yakni tenaga kerja lokal atau pribumi. Dari sini mulai timbul perdebatan dan opini seolah-olah pemerintah Daerah yang berhak menentukan siapa yang layak lolos untuk jenjang seleksi berikutnya.
Dari perdebatan inilah penulis ingin menguraikan apakah pemerintah daerah berwenang ikut andil dalam perekrutan karyawan perusahaan yang berada di wilayahnya tersebut.
jika kita melihat Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Artinya bahwasanya setiap warga negara mempunyai hak yang sama, penghidupan yang layak. Begitu juga dalam undang-undang No.13 tahun 2003 Pasal 5 menegaskan bahwa Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Jika dilihat dari pasal tersebut, semua orang mempunyai hak yang sama ketika mendaftarkan diri ke suatu perusahaan untuk menjadi tenaga kerja.
Namun setiap perusahaan yang berdiri di suatu daerah tentu juga harus mematuhi aturan daerah dimana ia mendirikan perusahaan, sebagai mana dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, daerah berhak menetapkan kebijakan daerah dalam melaksanakan tugas pembantuan.
Artinya kebijakan daerah mengikat Perusahaan dalam merekrut karyawan atau tenaga kerja,tentu juga terikat dengan aturan di daerah tersebut, di mana jika daerah tersebut menyatakan bahwa harus ada karyawan yang tergolong masyarakat lokal atau tenaga kerja lokal, maka perusahaan harus mematuhi aturan tersebut.
Jadi dapat dipahami bahwa di dalam UU Ketenagakerjaan memang tidak spesifik mengatur sepenuhnya terkait dengan kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal, namun hal ini diserahkan kepada pemerintah daerah.
Kewajiban tersebut diatur oleh pemerintah daerah guna melibatkan masyarakat yang ada di daerah yang bersangkutan untuk bekerja di perusahaan terkait.
Sementara untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan diwajibkan untuk memberdayakan putra daerah, maka dapat dilihat di daerah tersebut apakah sudah ada peraturan daerah yang menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan yang berdiri di daerah itu harus memprioritaskan putra daerah untuk menjadi karyawan-karyawannya.
Akan tetapi, jika daerah tersebut tidak memiliki peraturan daerah yang dimaksud, maka tidak ada kekuatan hukum yang mengikat bagi perusahaan untuk diwajibkan memberdayakan putra daerah atau tenaga kerja lokal. namun pada kenyataannya berbeda, apakah ada tradisi orang titipan di A dan si B, apakah ada tradisi amplop Merah, ??
Sekelumit serba serbi kisah mekanisme penerimaan pekerja bagi perusahaan lama maupun baru di seputar kabupaten Muara Enim