Lombok Tengah, NTB – (Tabloidpilarpost com)
Menyikapi dampak perubahan iklim yang seringkali berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan beberapa sektor mulai dari pertanian, kesehatan dan lainnya, TRANSFORM, PATTIRO bersama masyarakat kelompok tani, tokoh perempuan, orang miskin, disabilitas, kaum muda dan lainnya di Desa Kidang menggelar workshop dalam melaksanakan program Voice For Inclusiviness Climate Resilience Actions (VICRA) yang bertujuan, pertama, untuk menciptakan ruang masyarakat kelompok tani rentan dapat berpartisipasi aktif dalam program dan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (KPBI). Kedua, untuk memperkuat optimalisasi pembelajaran bersama komunitas di Desa dalam pengawalan program dan anggaran APBDes yang berketahanan iklim inklusif.
District Officer Kabupaten Lombok Tengah program VICRA, Agus Mulyadi Ashari menjelaskan, tanda-tanda perubahan iklim itu sendiri, mulai dari kenaikan suhu gelombang dan kenaikan permukaan air laut dan tren hujan ekstrem Indonesia dengan intensitas 150 mm per hari yang berdampak kepada perubahan iklim.
“Mulai dari pertama, ketahanan pangan; gagal panen dan menurunnya tingkat produksi. Kedua, laut dan air; glasier menghilang, kenaikan air laut, banjir. Ketiga, ekosistem; kerusakan ekosistem, terancamnya habitat penting dan keempat, cuaca ekstrem; banjir, kebakaran hutan dan awal musim yang tidak menentu,” terangnya saat menjadi pembicara di Desa Kidang pada Kamis 13 Juli 2023 kemarin.
Ia menambahkan, potensi bencana akibat kejadian ekterm, mulai dari Desember, Januari, Februari; banjir, longsor dan gelombang tinggi. Maret, April, Mei; puting beliung, angin dan ujan es. Juni, Juli, Agustus; kekeringan, karhulta dan gelombang tinggi. September, Oktober, November; puting beliung, petir, hujan es, hujan lebat sporadis disertai, kilat petir angin kencang. Karena itu, kontribusi yang dilakukan masyarakat, pemerintah Desa, organisasi, kelompok di Komunitas (CSO), kelompok perempuan, tani, petani, disabilitas, kelompok muda dan lansia melakukan pembelajaran.”Diskusi bersama masyarakat dan kelompok petani di Desa tentang potensi dan kerentanan wilayah terkait isu perubahan iklim, kebijakan program dan anggaran Desa yang pro iklim,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, adaptasi terhadap perubahan iklim ini sangat penting. Dia menyebut, struktur arah kebijakan adaptasi perubahan iklim dan bencana dalam RPJMN 2023/2024, “Mulai dari peningkatan kualitas lingkungan hidup (PP1), peningkatan ketahanan bencana dan iklim (PP2) dan pembangunan rendah karbon (PP3),” ungkapnya.
Kata dia, 30% anggaran Desa Kidang itu memang sudah mengarah kepada pembangunan rendah emisi.
“Mulai dari program jalan usaha tani, pelatihan teknologi tepat guna pertanian dan peternakan, posyandu, bumil, balita, lansia, pemberdayaan perempuan dan penanggulan bencana darurat mendadak,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kidang, Tarnadi, sangat berterima kasih kepada teman-teman NGO, karena untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, terkadang kalau kita pemerintah Desa tidak bisa diterima, terutama untuk pencegahan terkait informasi dampak dan apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang dari awal sangat kita harapkan. Paling tidak dari kegiatan ini, sudah ada output.”Outputnya, apa yang menjadi keluhan mendasar dari masyarakat itu bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah di atas untuk menggelontorkan program tindaklanjutnya baik itu seperti pembangunan atau perbaikan saluran Sungai, Irigasi dan itu jumlah anggarannya milyaran, jadi kita berharap kepada pemerintah pusat,” tutupnya.
(s).