MEDAN,Sumut, (Tabloidpilarpost.com) – Keadilan secara leksikal berarti sama atau menyamakan, maupun setara. Menurut pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Definisi keadilan ialah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Keadilan merupakan suatu ukuran keabsahan suatu tatanan kehidupan berbangsa bermasyarakat dan bernegara.
Istilah “equality before the law” adalah asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Sederhananya, equality before the law mengandung makna semua manusia sama dan setara di hadapan hukum. Jauh sebelum diterapkan dalam konstitusi negara, konsep equality before the law sudah memiliki sejarah yang panjang.
Namun, semua itu seperti ‘omong kosong’ jika dilihat dari kasus pembacokan yang dialami Usop Suripto seorang pedagang mie yang terjadi di depan Perumahan Rahayu Mas, Jalan Pukat Banting I, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, pada 17 Agustus 2022 lalu.
Bagaimana tidak, Usop Suripto yang menjadi korban pembacokan, harus menempuh perjalanan yang begitu panjang sejak 17 Agustus lalu 2022 hingga saat ini, dan usaha yang begitu besar demi mendapatkan sebuah keadilan dan kepastian hukum di negara ini.
Bukan hanya darah dari tubuh seorang Bapak berusia 46 tahun itu saja yang keluar akibat pembacokan yang dialaminya. Namun, air mata dari tangisan sang istri dan anak-anaknya juga sudah bercucuran untuk mendapatkan sebuah keadilan. Apalagi, akibat dari luka pembacokan ia bahkan berhutang dan menghabiskan uang ratusan juta untuk mengobati lukanya.
Bapak dari tiga anak itu menceritakan perjuangannya untuk mendapatkan keadilan dari musibah yang dialaminya hingga akhirnya sampai ke rana pengadilan dengan terdakwa David Nicholas dan William Charles.
Usup mengungkapkan awal mula ketidak adilan yang ia terima itu, berawal dari kasus pembacokan. Saat itu ia melihat beberapa pemuda sedang berkelahi di depan rumahnya. Ia pun datang dan melerai agar perkelahian tersebut tidak menjadi besar.
Tidak menyangka, nasihat dan niat baik pedagang mie itu tidak didengar. Bukan berhenti dan menyudahi perkelahian, seorang Tersangka yang saat ini DPO malah menyuruh terdakwa David untuk menjemput terdakwa William dan selanjutnya membawa 2 (dua) buah samurai dan senjata berjenis pistol hal ini tampak dimana saat kedatangan David dan William tersangka atas nama Vinson sama sekali tidak ada melarang ataupun mengamankan senjata yang dibawa kedua adik nya kelokasi.
Sesudah sampainya dilokasi yang terjadi malah Usop dibacok dengan menggunakan samurai hingga mengalami luka serius. Sementara untuk David menodongnya pakai airsoft gun agar Usop tidak melawan dan Vinson seakan merasa tidak seperti terjadi apa-apa padahal jelas keduanya adalah adik nya sendiri.
Akibatnya, warga Kecamatan Medan Tembung itu dilarikan ke Rumah Sakit dan sempat ditolak di 2 (dua) rumah sakit karena lukanya terlalu parah hingga akhirnya dirawat di Rumah Sakit Colombia untuk mendapatkan perawatan dari luka bacokan dibagian tubuhnya dan dirawat di selama delapan hari.
Mirisnya lagi, istri dan anak-anaknya Usup, melihat langsung peristiwa pembacokan tersebut. Meski, jeritan dan tangisan dari sang istri dan anak-anaknya, William tetap membacoknya secara membabi buta dan tidak berhenti. Hingga warga setempat ramai dan berhasil memberhentikan pembacokan dan mengamankan para terdakwa.
Bayangkan saja, bagaimana hati seorang istri dan anak nya, melihat di depan mata kepalanya sendiri, soso ayah yang menjadi tulang punggung bersimbah darah.
“Saya melihat langsung di depan mata saya dan anak-anak saya, suami saya dibacokin hingga bersimbah darah dan terkapar,” ucap Yuliana istri Usup saat memberikan kesaksian di persidangan, Selasa (22/3).
Setelah pembacokan dan ketiga tersangka diamankan, petugas polisi datang dan membawa tiga tersangka, yaitu David, William, dan Vinson. Namun anehnya, Polsek Percut Sei Tuan malah membebaskan Vinson dan sempat mempermainkan pasal yang seharusnya diterapkan, dengan alasan yang tidak jelas. Padahal, Vinson diduga kuat ikut terlibat dalam kasus pembacokan tersebut bahkan sepeda motor dan mobil yang digunakan para pelaku juga tidak dijadikan sebagai barang bukti.
Atas ketidakadilan itu, ia bersama kuasa hukumnya Paul J J Tambunan melaporkan penyidik Polsek Percut ke Propam Polda Sumut. Dikarenakan laporan itu berjalan landai. Sementara untuk kasus pembacokannya sendiri ditarik ke Polda Sumut.
Meski ditarik ke Polda, kasus tersebut tetap berjalan alot. Pasalnya, lebih dari tiga bulan, ia belum mendapatkan kepastian hukum. Karena itu pula, ia membuat surat permohonan bantuan hukum ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, Mabes Polri, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, demi mendapatkan keadilan, dirinya juga kerap mendatangi Polda Sumut untuk mempertanyakan laporannya. Seperti kata pepatah “proses tidak akan menghianati hasil”, dan benar, usahanya membuahkan hasil yang baik, Vinson yang dilepaskan oleh penyidik Polsek Percut ditetapkan jadi tersangka dan sekarang masuk ke Daftar Pencarian Orang (DPO).
Sementara untuk penyidik Polsek Percut yang “bermain api” dalam kasus ini dicopot dan diproses oleh Propam Polda Sumut. Sedangkan untuk William dan David sedang diadili di Pengadilan Negeri Medan.
Sedangkan untuk di ranah pengadilan sendiri, berbeda pula penanganannya. Di kepolisian begitu riber dan berliku-liku sedangkan di Kejaksaan mudah dan tidak dipersulit. Terbukti, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pantun Marojahan Simbolon dari Kejaksaan Negeri Medan selama dipersidangan sangat serius untuk membuktikan perbuatan yang dilakukan Terdakwa William dan David.
Alhasil, setelah mendengarkan keterangan saksi korban dan saksi-saksi lain, jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman maksimal yaitu 9 tahun penjara dan restitusi Rp300 juta dengan subsider 3 bulan penjara karena terbukti melanggar Pasal 170 ayat 2 ke 2 KUHPidana.
Dalam pertimbangan jaksa, hal yang memberatkan kedua terdakwa tidak mengakui perbuatannya, tidak menyesalinya, tidak ada perdamaian dengan korban, mengakibatkan cacat fisik bagi korban, berbelit-belit memberikan keterangan, dan mengakibatkan kerugian bagi korban sebesar R300 juta lebih untuk biaya perobatan.
Atas tuntutan itu pula, korban melalui penasehat hukumnya Paul J J Tambunan mengapresiasi Kejari Medan yang sudah mau memberikan keadilan bagi dirinya.
“Terimakasih untuk Kajari Medan dan Bapak Jaksa Pantun Simbolon yang sudah menuntut maksimal bagi para terdakwa,” ucapnya.
Setelah mendengarkan tuntutan jaksa, persidangan dilanjutkan dengan agenda pembelaan dari terdakwa maupun penasehat hukumnya. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan putusan dari majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan.
“Kami harap majelis hakim dapat melihat penderitaan dari korban dan menghukum terdakwa dengan seadil-adilnya dan kami juga berdoa agar majelis hakim dalam persidangan ini selalu dilindungi Tuhan Yang Maha Kuasa dalam menyidangkan perkara ini,” pungkas Paul J J.
(Ss)