Bantaeng,(Tabloidpilarpost.com), Mengulik Sejarah Bantaeng Butta toa Komunitas Pakampong Tulen (Komplen) Kabupaten Bantaeng mengelar bicang Kampung budaya.
Komunitas pemerhati budaya yang konsen mengangkat kisah dan sejarah di Kabupaten Bantaeng yang di kenal sebagai Tanah tua (Butta toa), memasuki usianya ke-768 bincang budaya kali ini mengangkat tema” Patonro atau Pasapu” dalam bingkai budaya dan identitas.
Bincang budaya ini digelar di taman pantai Seruni Kel.Tappangjeng Selasa,(29/11/22) dengan menghadirkan tokoh budaya Kabupaten Bantaeng, Drs Andi Imran Massoewalle, Sulhan Yusuf, CO Boetta ilmue serta Drs. Muhammad Haris, M.Si. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantaeng.
Dalam kesempatan itu, Andi Imran Massoewalle kembali mengulik Kisah dan sejarah terbentuknya kerajaan Bantaeng serta budaya pasapu.
Menurutnya, Budaya Pattoro atau Pasapu jauh sebelum Kerajaan Bantaeng itu ada dimana pada zaman itu disebut A’ Dampang zaman itu masih kacau balau bahkan Kabupaten Bantaeng dalam bahasa Lontara disebutkan “Butta Toa, Butta si Lampang Lampang.” yang artinya Bantaeng memiliki wilayahnya yang belum luas.
Dikatakannya bahwa Setiap daerah memiliki Budayanya yang berbeda-beda, namun dengan adanya momen sejarah yang terjadi di Sulawesi Selatan sehingga mengalami pergeseran sehingga Passapu itu di abaikan.
_”Itu terjadi setelah perjanjian Bungaya takluknya Raja Gowa, Sultan Hasanuddin di hadapan Raja Bone, Aru Palakka dimana kerajaan di Sulawesi Selatan dikuasainya.
Disinilah cikal bakal membuming nya budaya Songko Pamiring karna adanya hubungan keluarga melalui pernikahan putra mahkota Raja Bone, La patau Matana Tikka, Mattiroe ri Nagaulen Raja Bone ke XVI dengan anak kerajaan Gowa dan salah satunya kerajaan Bantaeng,
Sehingga budaya Songko Pamiring membuming di Sulawesi Selatan sehingga pasapu terkikis dan di abaikan.”jelas Andi Imran
Lebih jauh dirinya berharap melalui bincang budaya ini bukan hanya bicara soal Pasapu namun melalui momentum ini bagaimana mengetahui sebenarnya secara keseluruhan sejarah dan budaya di Bantaeng yang dikenal dengan Adat 12 (Dua belas) nya
Tak kala penting adalah agar adat dan budaya dijadikan sebagai penopang dari segala tuntutan agama, baik Qur’an maupun hadist agar istilah Mayu Si Parampe Tallang Si paumba tidak menjadi retorika belaka.” Ungkap Andi Imran.
Sementara itu, kepada Dinas pendidikan dan kebudayaan, Muhammad Haris mengatakan bahwa saat pemerintah melalui visi Misinya yang berorientasi pada kemajuan, keadilan, lingkungan, agama, budaya dan kearifan lokal.
Telah mengangkat progam yang berbasis kearifan lokal melalui Sabtu Bakat yang hanya dimiliki kabupaten Bantaeng dari 500 lebih kabupaten kota dan diakui oleh badan standar pendidikan Nasional.
_”Sabtu Bakat adalah Progam yang mengekspos minat dan bakat, anak-anak peserta didik melalui Seni dan budaya serta Olahraga yang didalamnya mengangkat dialek bahasa Bantaeng ” Ungkapnya
Tujuannya agar kita tidak jadi penonton dan tidak diceritakan agar generasi kita kedepannya tau dan paham apa yang menjadi kearifan lokal di kabupaten Bantaeng
_” Insyaallah pada momen hari jadi Bantaeng ke-768 pada tanggal 7 Desember 2022, seluruh kepala sekolah, TK SD, dan SMP akan menggunakan passapu” ujarnya
Ditempat yang sama pengiat literasi kabupaten Bantaeng Sulhan Yusuf, mengatakan bahwa salah satu tolak ukurnya majunya sebuah Bangsa, terletak dari hadirnya sebuah literasi salah satunya literasi Budaya.
Untuk itu diperlukan pelaku-pelaku budaya, bukan hanya sekedar mewariskan namun mempersiapkan hadirnya perubahan-perubahan budaya.
“Ciri khas tidak boleh hilang, Pasapu bisa bervariasi bentuknya namun subtansinya tidak bergeser kalau masa lampau hanya 2, Patinri dan Padompe dan sekarang beraneka ragam itu adalah proses genetika dalam bentuk material”ujarnya
Dimana secara simbolik di dalamnya terdapat pesan-pesan moral di Butta toa Bantaeng yang pandangan dunianya dititipkan pada sebuah Passapu.
(Ismail Opet Tpp/Sdj Tpp)