(Tabloidpilarpost.com), Ketika Peristiwa itu terjadi dan mengakibatkan pergantian pimpinan nasional Indonesia dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, sejarah mencatat bagaimana gerakan anti PKI begitu masif dilakukan oleh rezim Orba.
Tercatat korban yang begitu besar pada saat itu termasuk banyak warga yang Sebenarnya tidak tahu apa apa , tiba tiba ditangkap karena dituduh anggota PKI dan ditahan bertahun tahun di Pulau Buru, tanpa pernah disidangkan.
Ketika Presiden Soeharto berkuasa, kampanye anti PKI begitu gencar dilaksanakan, diantaranya adalah pemaksaan menonton film G 30 S, yang pembuatannya didanai oleh pemerintah serta skenarionya diarahkan oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.
Soeharto digambarkan sebagai Pahlawan yang memberantas PKI dan menyelamatkan negara.
Ketika Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998, mulailah banyak pihak yang mencari tahu serta saksi hidup yang menceritakan apa yang dialami saat itu.
Ditambah ketika AS pada akhirnya membuka dokumen sejarah kelam bangsa Indonesia pada waktu tersebut yang banyak fakta muncul dan jauh berbeda dari versi yang disebutkan oleh pemerintah Soeharto selama ini.
Semoga peristiwa yang disebut G 30 S tersebut bisa menjadi diskusi akademis dengan mengundang semua pihak yang berkepentingan sebagai upaya pelurusan sejarah agar anak cucu kita bisa belajar dan mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.
Para keturunan aktifis PKI kemudian diperlakukan seperti anak tiri yang banyak larangannya termasuk menjadi ASN maupun anggota TNI.
Ketika beberapa hari yang lalu, Panglima TNI, Jendral Andhika Perkasa mengumumkan bahwa keturunan anggota PKI dapat diterima menjadi anggota TNI, maka ini jelas suatu terobosan besar dari seorang tokoh yang taat dan mengerti aturan.
Dasar aturannya in adalah TAP MPRS no 25 tahun 1966, yang sering diartikan bahwa para keluarga PKI termasuk underbow dan keturunannya tidak diperbolehkan menjadi anggota TNI.
Jendral Andhika Perkasa dalam rapat koordinasi dengan tim penerimaan anggota TNI mengoreksi kesalahan tersebut dan menyebutkan isi sebenarnya dari TAP MPRS no 25 tahun 1966 dengan tanpa membaca teks karena beliau hafal diluar kepala.
TAP MPRS no 25 tahun 1966 berbunyi sebagai berikut :
Menetapkan:
KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME.
Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung dibawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta Media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.
Pasal 3
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR, diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4
Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.
Jadi, ternyata pada TAP MPRS no 25 tahun 1966, tidak pernah ada pelarangan underbow ataupun keturunan seperti yang selama ini ditafsirkan oleh banyak pihak khususnya pada penerimaan ASN maupun anggota TNI/POLRI.
Kepatuhan akan perundangan, kecerdasan dan ketegasan Panglima TNI, Jendral Andika Perkasa, telah meluruskan kesalahan yang sudah berlangsung puluhan tahun, dan ini berarti memberikan keadilan kepada para keturunan aktifis PKI yang sebagian besar tidak pernah tahu tentang kegiatan orang tuanya.
Salut untuk Jendral Andika Perkasa yang sekali lagi sudah mempertontonkan kepatuhan pada perundangan, serta dengan cerdas dan tegas terus memperbaiki institusi yang dipimpinnya.
(Roedy S Widodo/Sdj Tpp)