Nunukan- (Tabloid pilar post.com).“Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), mengelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan enam kelompok masyarakat adat kecamatan Lumbis, terkait kasus sengketa lahan antara masyarakat adat dan PT. Bulungan Hijau Perkasa (BHP).
Rapat dengar pendapat (RDP) tersebut dilaksanakan diruang rapat Ambalat gedung DPRD jalan Ujang Dewa Sedadap, Kecamatan Nunukan Selatan dipimpin langsung oleh “Lewi. S.sos” selaku Ketua Panitia khusus (Pansus) pada, jum’at.(03/08).
Sesuai pantauan Tabloid pilar post.com, dalam RDP tersebu, Enam kelompok masyarakat Adat Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan meminta agar Pansus DPRD merekomendasikan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan untuk mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit PT Bulungan Hijau Perkasa (BHP) karena dinilai lalai dari tanggung jawab, keberadaan PT. BHP hanya menyengsarahkan masyarakat di Enam Desa, karena PT BHP tidak mau merealisasikan kebun Plasma dalam kawasan HGU-nya”.
Seperti yang disampaikan oleh “Nasution” selaku Kepala Desa (Kades) Taluan, Kecamatan Lumbis bahwa, “Apa yang disampaikan PT. BHP kepada Pansus sudah pernah ditawarkan perusahan sejak tahun 2011.
“Pimpinan PT BHP pernah menawarkan plasma, tapi lokasinya di luar HGU perusahaan, setelah lahannya di cek, ternyata bermasalah, areal yang ditawarkan milik PT Nunukan Sawit Mas,” ungkap Nasution.
Dalam RDP tersebut masyarakat adat Kecamatan Lumbis ini menuding PT BHP telah mencaplok lahan di enam desa seluas 3.716, 15 Ha. Masyarakat adat juga keluhkan soal bantuan Corporate Social (CSR) tidak ada sama sekali, bahkan rekruitmen Tenaga Kerja Lokal juga tidak ada”.
Kata Nasution, Semua lahan di Desa Pulubulawan ditawarkan PT BHP masuk dalam HGU perusahaan baik PT. KHL V, PT NSM, PT. PPS hingga PT Inhutani, bahkan sampai kolong rumah warga masuk lahan
perusahaan.
“Apa yang disampaikan PT BHP kepada Pansus bisa dikatakan pembodohan dan penipuan, ini lagu lama diulang-ulang sejak 10 tahun lalu,” kata Nasution.
Kemudian menurut Darsono bahwa,
kebun plasma adalah harapan kelompok masyarakat memenuhi kebutuhan keluarga. Hampir seluruh lahan disana telah dikuasai oleh perusahaan sehingga sulit bagi warga untuk membuka lahan kebun.
“Yang disampaikan perusahan tidak rasional, masa CRS untuk 6 desa cuma Rp 250 juta. Artinya, tiap desa hanya dapat 41 juta per tahun,” ujarnya.
Dalam rapat dengar pendapat bersama
enam kelompok masyarakat adat dan Camat Lumbis, Ketua Pansus DPRD Nunukan, Lewi, S.Sos mengatakan, RDP bersama perwakilan masyarakat desa dan Camat Lumbis digelar sebagai tindak lanjut hasil pertemuan anggota Pansus dengan manajemen PT. BHP”.
“Manajemen PT. BHP bersedia memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) Rp 250 juta per tahun untuk Enam Desa yakni, Desa Lintong, Desa Patal I, Desa Patal II, Desa Pulubulawan, Desa Taluan dan Desa Podong,” terang Lewi.
Mengenai permintaan lahan plasma oleh masyarakat di areal HGU, kata Lewi, pihak perusahaan mengaku telah melakukan kewajiban plasma 20 persen dan perusahaan berjanji memberikan bantuan bibit 1.500 tiap desa.
“BHP juga mau membuka lahan kemitraan dengan masyarakat di luar HGU,” ujarnya.
Amrin Sitanggang selaku anggota DPRD Nunukan, mendukung permintaan masyarakat adat dengan rekomendasi
pencabutan izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit PT. Bulungan Hijau Perkasa (BHP), Amrin mendukung masyarakat mendapatkan plasma.
“Saya mendukung masyarakat harus dapat Plasma, kami pansus sudah bersusah payah berjuang agar masyarakat sejahtera bukan jadi penonton”,Jelasnya.
Selain itu, Gat Khaleb selaku Wakil Ketua Pansus DPRD Nunukan menyampaikan bahwa, “Berdasarkan PP nomor 26 tahun 2021 pasal 12 Huruf A menjelaskan,
areal perusahaan yang berasal dari pelepasan pembangunan perkebunan bagi masyarakat sekitar, sebagaimana disebutkan pada ayat 2 disebutkan, selambat- lambatnya 3 tahun setelah izin Hak Guna Usaha (HGU).(Rdm)