Kabupaten Bandung – (Tabloidpilarpos.com), Dugaan fiktif anggaran yang dikelola oleh pemerintah desa Tanjungsari Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung, oleh oknum mantan Kepala Desa periode 2014- 2019 inisial (DS) menambah panjang buruknya pengelolaan keuangan desa dan penyalah gunaan anggaran baik anggaran yang besumber dari Dana Desa, ADPD, Banprov maupun Bantuan Kabupaten.
Hal diatas tidaklah berlebihan, karena sesuai fakta,dan berdasarkan data juga keterangan yang telah kami terima dari berbagai sumber, diantaranya (Dd) mantan ketua RW 09 desa Tanjungsari menerangkan kepada awak media pada senin 19 Juli 2021.
“Pos yandu yang kami bangun ini berdiri di atas tanah seluas 3 tumbak, dan kalau ingin tahu segala sesuatu tentang posyandu ini baik kejelasan surat menyurat dan dari mana asal usul anggaran untuk pembiayaan pembangunan posyandu ini, silahkan saja temui kepala desa,karena saya telah membuat pernyataan dan segala sesuatunya saya sudah serahkan kepada kepala desa”,jelasnya.
“Memang benar, mengenai permasalahan posyandu RW 09 ,(Dd) telah menyerahkan segala sesuatu nya kepada saya, namun untuk saat ini, dengan segala kerendahan hati dan beribu – ribu mohon maaf saya belum bisa menerangkan karena saya sedang buru buru karena sudah ada janji, dan sekarang saya sudah di tunggu oleh relasi saya juga tidak bisa di wakilkan, tapi kalau untuk permasalahan posyandu RW 09, untuk menggali keterangan lebih jelas silahkan tanya langsung kepada ketua BPD (Yopi) yang kebetulan saat itu juga sedang datang untuk bertamu, sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar besarnya”, papar kepala desa saat di temui Minggu, 08-08-2021 di rumah kediamanya.
“Mengenai pembangunan posyandu RW 09 tersebut, sepengetahuan saya sesuai yang tercantum didalam APBDes tahun anggaran 2016 di situ terdapat pembiayaan untuk pembangunan gedung posyandu yang berlokasi di RW 09 desa tanjungsari sebesar Rp. 70 juta dari alokasi Dana Desa (ADD) tapi pemilik tanah hanya mendapatkan uang sebesar Rp 10 juta untuk pembayaran tanah tapi menurut keterangan warga setempat bahwa pembangunannya dibiayai oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga tidak terlihat papan nama posyandunya dan kenapa dari ruangan posyandu tersebut ada pintu yang langsung terhubung ke rumah mantan RW 09 (Dd) jadi sangat banyak kejanggalan di balik berdirinya bangunan posyandu tersebut”.
“kemudian pada tahun anggaran 2017 tercantum dalam APBDes desa Tanjungsari adanya pembiayaan sebesar Rp. 105 juta untuk pembelian sebidang tanah kas desa seluas kurang lebih 15 tumbak, dan untuk pembuatan sertifikasi tanahnya sebesar Rp. 15 juta. Akan tetapi sertifikasinya masih belum selesai sampai saat ini juga”.tegasnya.
Dan juga ada beberapa kejanggalan di bidang kegiatan pembangunan yang tumpang tindih anggaran keuanganya. Seperti adanya beberapa kegiatan pembangunan yang di laksanakan dan di danai dari aspirasi atau pihak lain, tapi tercantum juga di APBDES, dan adapula pembangunan TPST di RW 10 yang tidak beres, pekerjanya pun ada beberapa hari yang tidak di bayar, imbuhnya.
Selain itu ada juga beberarpa orang warga Rw 06 sebagai penerima manfaat bantuan usaha kecil yang di kelola oleh Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES ) tapi samasekali tidak menerima bantuan program tersebut padahal nama dan tandatangan warga jelas tertera di LPJ TA 2016, dan adapula salah seorang warga Rw 09 sebagai penerima manfaat program kegiatan RUTILAHU yang tercantum di LPJ TA 2017 juga samasekai tidak menerima program tersebut.
Dan juga ada dugaan Mark Up anggaran serta manipulasi nota yang tertera di LPJ TA 2018 untuk pembiayaan pembangunan GOR Desa, dan mungkin masih banyak lagi penyimpangan atau penyalah gunaan tatakelola keuangan desa yang tidak saya ketahui”, tambahya.
Di lain pihak, Ketua LSM KPMP Markas Daerah Provinsi Jawa Barat, H. Deni ST. Ars, angkat bicara terkait permasalahan tersebut seyogyanya aparat penegak hukum (APH) dan (APIP) cepat tanggap dan mengadakan penyelidikan, karena sudah ada dugaan penyalah gunaan wewenang dan jabatan untuk memperkaya diri, serta indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana telah di atur dalam undang undang no 8 tahun 1981 tentang kitab penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme.
Dan undang undang no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah di ubah dengan undang undang no 20 tahun 2001, serta PP no 71 tahun 2000, tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah di ubah dengan peraturan pemerintah no 43 tahun 2018 agar jangan ada lagi oknum – oknum penyelenggara pemerintah desa yang berani bermain dalam pengelolaan keuangan desa dan bantuan hibah untuk kesejahteraan masyarakat, pungkasnya.
( Tim/red )