Sumedang – (TabloidPilarPost.com), Praktik-praktik yang menghambat penyelesaian pembangunan tol Cisumdawu masih terus terjadi.
Merasa memiliki bukti SPPT Tanah atas nama keluarga besar Uyut Emot, salah satu keluarganya Uyut Emot melapor ke BPN mengakui kepemilikan semua tanah yang akan dibebaskan oleh proyek Tol Cisumdawu.
Hal tersebut, dibenarkan oleh keluarga besar Uyut Emot, Aiptu Lili Baharuddin Polantas PJR Cirebon yang mewakili sekaligus penerima kuasa dari pihak keluarga.
Dijelaskannya, bahwa betul kami ini adalah keluarga namun terkait kepemilikan tanah yang bersangkutan tidak mempunyai hak memiliki dari keseluruhan.
“Sehingga, akhirnya kami dan keluarga harus berurusan dengan pihak BPN guna menyelesaikan permasalahan hak kepemilikan tanah yang jelas- jelas itu milik keluarga besar dengan bukti yang sah,” ungkapnya.
Lili mengatakan, kaitan masalah tersebut, sangat diherankan hanya karena kepemilikan SPPT bisa menimbulkan masalah buat kami yang memiliki bukti syah.
“Alhamdulillah, kami dimediasi oleh pihak BPN Kabupaten Sumedang. Meskipun yang diherankan ketika pemanggilan pertama dia tidak hadir,” ujarnya, seperti dikutip Bandungraya.net.
Sedangkan yang paling mengesalkanya lagi, pada panggilan kedua pun tidak hadir juga, jadi maunya apa kami jadi tidak mengerti.
“Padahal jika hadir, kami sekeluarga sudah sepakat akan memberikan bagian,” sambungnya Lili kembali.
Ia pun berharap, permasalahan ini bisa selesai secara kekeluargaan, karena upaya pemanggilan mediasi sudah yang ke dua kalinya dilakukan.
“Namun jika yang bersangkutan tidak ada itikad baik secara kekeluargaan, maka kami siap melangkah ke tingkat selanjutnya,” tandasnya.
Sementara itu, hal serupa disampaikan Pembina Gelap Nyawang Nusantara (GNN) Asep Riyadi, bahwa terkait masalah pengakuan kepemilikan tanah di Desa licin Kecamatan Cimalaka tersebut, hanya punya bukti selembar SPPT saja.
Diketahui, ketika C Desa dan Kohir jelas atas Ma Uha, kendati diakui oleh istri atas nama Sukandar (saudara Ma. Uha) dengan pergantian nama di SPPT atas nama Sukandar.
“SPPT itu bukan alat bukti kepemilikan, namun C Desa, kohir, girik, sertifikat serta produk-produk lainnya itulah yang berlaku, dan SPPT itu bukti pembayaran pajak,” terangnya.
Kami pun berharap, kepada Pemerintah supaya tidak perlu lagi ragu untuk menentukan sikap, jangan digiring guna obyek konflik atau jadi sengketa, sebab itu akan mencerminkan buruknya kinerja BPN.
“Terutama BPN dan P2T nya dalam urusan pembebasan lahan tol cisundawu, cenderung kearah pelanggaran hukum dan aturan. Dimana pemilik tanah bisa serta-merta dikalahkan untuk mendapatkan haknya, oleh pihak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Ironisnya, bagi saya tentu sangat memprihatinkan. Sedari dulu saya sering membantu masyarakat menyampaikan aturan berdasarkan apa yang diterbitkan oleh Pemerintah. Dan ternyata masih banyak disalahgunakan atau dimainkan oleh oknum-oknum BPN nya sendiri.
“Terutama sekarang P2T bisa memberkas serta memberikan hak ganti rugi atau calon mendapatkan ganti rugi, kepada pihak yang lain karena hanya membawa selembar SPPT,” kata Asep.
Lebih lanjut, kata Asep, bagaimana langkah Pemerintah? Apakah penegak hukum yang seharusnya dilibatkan, tidak juga memberikan warning kepada petugas P2T dan BPN agar bertindak sesuai aturan.
“Dimana bukti kepemilikan tanah itulah yang harus ditegakkan. Jangan digiring, harus konsinyasi ke pengadilan, karena derajat hukum SPPT dengan alat bukti kepemilikan itu tidak bisa dipermasalahkan,” jelasnya.
Menurutnya, oknum- oknum BPN Sumedang itu ininya udah nggak bener. Semestinya tidak dipermainkan, buatlah masyarakat untuk menikmati hak tanah maupun ganti ruginya dengan layak.
“Semoga, dengan ini bisa menjadi bahan renungan bagi Pemerintah guna menetapkan para pemimpin dilapangan yang mumpuni kapasitas, yakni kapasitas penegakkan aturan bukannya mau menggoreng dan menggarong, karena berbahaya kalau begini terus,” tukasnya.(redaksi)