KBB – (Tabloidpilarpost.com), Sebelum dan setelah Plt Bupati Bandung Barat melantik Pejabat Administrator dan Pengawas, pada Rabu (7/7/2021) sudah menimbulkan gejolak di semua kalangan. Sampai akhirnya sedikit mereda ketika Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rismanto dan Plt Bupati Bandung Barat, Hengki Kurniawan memberikan pernyataan, bahwa pelantikan Pejabat Administrator dan Pengawas sudah sesuai prosedur berdasarkan surat rekomendasi dari Kemendagri.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Indonesian Corruption Monitoring (ICM), Drs. Jachja Taruna Djaja, pada Rabu (21/7/2020) pagi.
“Mirisnya, pernyataan tersebut hanya sebatas omongan saja, tanpa bisa memperlihatkan bukti surat rekomendasi tersebut. Seyogyanya setingkat Plt Bupati Bandung Barat dan Ketua DPRD mempersiapkan surat rekomendasi tersebut untuk diperlihatkan ke publik guna mengakhiri polemik berkelanjutan,” ungkap Jachja TD.
Menurutnya, apabila suatu surat atau dokumen dari institusi negara dan sudah dilaksanakan, maka surat atau dokumen tersebut bukan rahasia lagi dan sudah menjadi milik publik.
Memperhatikan isi materi surat dari :
1. Ormas Paku Padjajaran KBB
2. LSM LPKSM KBB
3. DPC Forum Bhayangkara KBB
4. DPC Baladhika KSS KBB
5. DPC FSBDSI KBB
6. DPC Pemuda Peduli Bangsa KBB
7. DPC LSM KERISTA KBB
Kepada DPRD KBB, garis besarnya adalah tentang wewenang Plt Bupati Bandung Barat untuk melakukan perubahan status hukum pegawai negeri. Dikarenakan masalah waktu yang kurang tepat karena sedang dalam masa pandemi Covid-19, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pemeriksaan saksi-saksi kasus Bansos.
Berdasarkan isi materi surat tersebut, apakah akan dipenuhi? Meskipun dalam tata tertib, DPRD KBB hanya dibutuhkan 7 tanda tangan anggota guna terlaksananya hak interpelasi.
“Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” terang Jachja TD.
Ia juga menambahkan, jawaban pengunaan hak interpelasi DPRD KBB bisa terlaksana bilamana kepala daerah (Plt Bupati Bandung Barat) melakukan hal yang dapat menggangu roda pemerintahan, misalnya kebijakan yang melanggar undang-undang, dugaan korupsi, komersialisasi jabatan dan sebagainya.
Labih lanjut Jachja TD menuturkan, bila dianggap tidak perlu, DPRD cukup menggunakan tiga fungsinya, yaitu membuat anggaran, melakukan pengawasan, dan membuat undang-undang. Bagaimana DPRD menyikapi surat dari 7 LSM/ Ormas tersebut ?
“Dugaan saya, secara kelembagaan, komunikasi politik antar lembaga tidak berjalan baik, lebih condong kepada hubungan personal. Tidaklah mengherankan, hal yang remeh-temeh secara personal antara pejabat atau kepala daerah dan atau antaranggota dewan dengan pejabat atau kepala daerah menjadi urusan politik dan dipolitickingkan apabila kepentingannya tidak diakomodir dan adanya desakan pihak ketiga,” papar Jachja TD.
Selain itu ia juga mengatakan, kita sudah lupa akan etika dalam segala hal. Patutnya, kedepankan etika prosedural dalam bernegara, bukan sebaliknya, menggunakan kebijakan yang berbenturan dengan undang undang.
“Janganlah kekuasaan dijadikan alat bargaining atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok. Pemerintahan di KBB tidak akan pernah berjalan baik dan normal bilamana masih banyak oknum-oknum yang bermain. Berkacalah pada kasus yang tengah ditangani KPK.” Tuntas Jachja TD.
(Redaksi / Korwil Jabar/ Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com
DRIVANA)