KBB, (Tabloidpilarpost.com) – Pembangunan Ruko bertingkat sekaligus tempat tinggal diatas selokan menjadi perhatian beberapa warga RT 04 RW 13, tepatnya di Jalan Raya Padalarang, Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Pasalnya, dalam pembangunan tersebut, beberapa warga menilai ada kejanggalan dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dimiliki oleh pemilik bangunan ruko sekaligus tempat tinggal itu. Sebab, IMB tersebut muncul lebih awal daripada izin tetangga atau warga terdekat.
“Kemarin itu proses izinnya beberapa kali, yang pertama izin bangun ruko, kedua izin bangun rumah, yang ketiga pihak pemilik bangunan memohon mau disatukan antara ruko dengan rumah. Saya bilang, ada aset desa disini karena ada selokan, jadi harus ada izin juga dengan pemilik aset yaitu desa, tapi kembali lagi ke warga, akhirnya pihak pemilik bangunan izin lagi ke warga, saya selaku ketua RT tidak keberatan, yang penting struktur dan segalanya itu tidak ada perubahan,” ungkap Ketua RT 04, Cucu ketika dikonfirmasi oleh Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com dikediamannya, pada Rabu (30/6/2021).
Ia mengatakan bahwa, pihak pemilik bangunan terkait berdirinya bangunan diatas selokan sudah mendapatkan izin dari Desa, termasuk izin membangun ruko dan membangun rumah juga sudah ada sejak lama.
“Yang saya lihat begini waktu itu, kita hentikan karena kita sebagai pengurus wilayah kita tidak tahu kalau sudah ada IMB, tetap kita hentikan, karena kita selaku warga tidak bisa terima sebab izin wilayah atau tetangga sudah menyalahi aturan, karena IMB ini bisa jadi tiba-tiba, tanpa proses izin wilayah atau tetangga. Lalu pihak pemilik bangunan kembali lagi ke warga, kemudian saya proses rekomendasinya sampai ke desa saja,” ujar Cucu.
Setelah itu, masih dengan Cucu, “Pemilik bangunan itu membeli rumah lagi dibelakang, setelah dibeli, pemilik bangunan membuat IMB, saya tidak keberatan karena itu hak nya. Cuma ditempuh apa yang harus ditempuh sesuai dengan prosedur, akhirnya pemilik bangunan membuat IMB sampai di Kecamatan, kemudian saya membuat oret-oretan, tidak bisa disatukan antara ruko dengan rumah, karena kita keberatan, takutnya mengganggu pengairan kalau mampet selokan itu, lalu dia minta izin lagi ke warga untuk digabungkan izin pembangunan ruko dengan rumah baru-baru ini, itu sudah beres sekitar seminggu atau dua mingguan,” tambahnya.
Berdasarkan pantauan Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com, kejanggalan juga ditemukan dari bangunan tersebut menempel pada dinding pembatas perumahan Kota Bali Residence. Lebih parahnya lagi, kabel listrik beraliran arus tinggi juga menempel pada dinding bangunan dan sangat dekat dari para pekerja bangunan yang tidak dilengkapi Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Saat disindir oleh Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com terkait sangat dekatnya kabel listrik aliran tinggi kepada para pekerja dan menempel dibangunan tersebut, Ketua RT 04 menjelaskan bahwa dirinya kurang mengetahui tentang sudah mendapatkan izin dari PLN atau belum. Dan terkait menempelnya bangunan tersebut dengan dinding pembatas perumahan Kota Bali Ketua RT 04 juga tidak mengetahui.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Paguyuban Sundawani Padalarang, Herman, menilai bahwa pemerintah setempat tidak tegas dalam penegakan aturan yang berlaku. Diduga ada suap menyuap terkait pengurusan izin pembangunan itu dan hal lainnya.
“Hasil pemantauan kita dan beberapa dokumen sudah kita pegang, kita akan tanyakan nanti kepada pemerintah setempat dan Dinas terkait, jika ditemukan adanya kejanggalan itu, kita akan segera laporkan terkait dugaan adanya pelanggaran itu kepada pihak yang berwenang secepatnya. Dalam pembangunan itu sudah sangat jelas diduga banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pemilik bangunan,” kata Herman dengan tegas, pada Minggu (4/7/2021).
Menurutnya, diduga adanya pemalsuan dalam proses mendapatkan IMB yang dimiliki oleh pihak pemilik bangunan, yaitu izin wilayah atau warga diawal. Sebab IMB lebih dulu ada, daripada izin wilayah atau warga, dan pihaknya juga mengindikasikan adanya perubahan siteplan yang dibangun oleh pihak pemilik bangunan karena dinding bangunannya menempel pada dinding pembatas perumahan Kota Bali sekaligus bangunan itu berdiri diatas selokan.
“Sebagai sosial control, organisasi atau lembaga dari masyarakat kita wajib mempertanyakan hal itu, karena dalam hal ini diduga ada yang tidak beres. Sekarang saya mau tanya kepada pemerintah setempat atau Dinas terkait, jika IMB itu diduga sudah muncul lebih awal daripada izin wilayah atau warga, IMB itu sah atau tidak, kalau itu sah, berikan penjelasan untuk kami dan jika tidak, apa yang harus dilakukan oleh pihak pemilik bangunan,” tanya Herman melalui Media.
Selanjutnya, Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com berupaya mengkonfirmasi mandor atau pihak pemilik bangunan. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil, dikarenakan beberapa pekerja mengatakan bahwa mandor atau pihak pemilik bangunan tidak bisa dipastikan kapan ia datang ke lokasi pembangunan ruko sekaligus rumah yang diduga kuat banyak kejanggalan.
Perlu diketahui, IMB diperlukan sebagai keabsahan sebuah bangunan terhadap lingkungan sekitar. Dan IMB memiliki masa berlaku selama satu tahun.
Dan perlu diketahui juga, Berdasarkan bunyi Pasal 24 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”) :
_Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus._
Dahulu, UU Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 36/2005”) memang mensyaratkan adanya IMB bagi setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung.
Akan tetapi, sebagaimana telah dijelaskan, IMB tidak lagi dikenal, melainkan istilah yang kini digunakan ialah Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”).
Hal di atas telah ditegaskan dalam Pasal 24 angka 34 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 36A ayat (1) UU Bangunan Gedung bahwa pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dilakukan setelah mendapatkan PBG.
PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. Untuk memperoleh PBG sebelum pelaksanaan konstruksi, dokumen rencana teknis diajukan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau provinsi.
PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan. Adapun proses konsultasi perencanaan meliputi :
1. Pendaftaran, dilakukan oleh pemohon atau pemilik melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung dengan menyampaikan :
A. Data pemohon atau pemilik;
B. Data bangunan gedung; dan
C. Dokumen rencana teknis.
2. Pemeriksaan pemenuhan standar teknis; dan
3. Pernyataan pemenuhan standar teknis.
Sedangkan proses penerbitan PBG meliputi :
1. Penetapan nilai retribusi daerah;
2. Pembayaran retribusi daerah; dan
3. Penerbitan PBG.
Selanjutnya, perlu diingat bersama, setiap pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, pengkaji teknis, dan atau pengguna bangunan gedung pemilik dan atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan atau persyaratan, dan atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi administratif.
Selain itu, terdapat sanksi pidana dan denda juga apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam UU Bangunan Gedung jo. UU Cipta Kerja, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain, kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau hilangnya nyawa orang lain.
Selaku sosial control dari warga masyarakat juga dapat melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota terhadap :
A. Indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi; dan/atau
B. Bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan atau pembongkaran berpotensi menimbulkan gangguan dan atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya.
Kemudian, jika bangunan tersebut sudah terlanjur berdiri tetapi belum memiliki PBG, pihak pemilik bangunan untuk memperoleh PBG, harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (“SLF”) berdasarkan ketentuan PP 16/2021.
Jadi, kewajiban untuk melengkapi setiap pembangunan rumah dengan PBG berlaku kepada setiap orang, dan tidak ada pengecualian tertentu untuk penduduk asli sekalipun, yang sudah terlanjur membangun tanpa adanya PBG.
Korwil Jabar dan Tim Investigasi Tabloidpilarpost.com
(RI/DA)
720 total views, 1 views today