(Tabloidpilarpost.com), Setelah menghapus fasilitas kartu kredit bagi direksi dan komisaris yang jumlahnya sungguh tak terkira bagi kebanyakan rakyat kita, kini Ahok melangkah lebih jauh. Uang saku atau uang representatif direksi pun turut dihapus.
Berapa besaran uang representatif bagi masing-masing direksi memang tak disebut namun pasti significant.
Uang representatif sering kita dengar sebagai tambahan uang saku kepada pejabat negara, sekretaris daerah, pimpinan dan anggota DPRD, dan pejabat eselon II dalam melakukan perjalanan dinas.
Penghentian uang representatif bagi pata pejabat Pertamina ini mulai berlaku sejak Selasa (15/6) setelah disetujui pada Rapat Umum Pemegang Saham.
“Emang duit nenek loe!!” sebagai ungkapan tenarnya tak lagi terdengar namun esensi ingin dicapai sebenarnya sama saja. Itu duit negara dan maka aturan masa lalu yang pernah dibuat suka-suka hanya demi keuntungan segelintir orang harus ditinjau ulang.
Bahwa aturan yang harus ditinjau ulang ini pada akhirnya merugikan Ahok secara pribadi, itulah Ahok. Dia tak lekat pada harta. Kartu kredit dengan pagu hingga 30 miliar yang dimilikinya sebagai fasilitas atas jabatannya sebagai Komut pun turut hilang dan dia tak peduli.
Dia dirugikan oleh aturan yang dibuatnya sendiri. Itu mengingatkan kita bahwa suatu saat dulu, saat dia menjabat Gubernur DKI, uang operasional sebagai haknya pun tak diambil.
Padahal sesuai dengan PP Nomor 69 Tahun 2010 yang mengatur soal insentif serta PP Nomor 109 Tahun 2000 mengatur tunjangan operasional, Gubernur memiliki hak untuk mendapat tunjangan sebesar 0.15% dari PAD.
Bayangkan PAD DKI yang berjumlah puluhan triliun dan 0.15%nya adalah milik sah Gubernur. Siapa pun menjadi Gubernur DKI akan langsung kaya raya meski hanya 1 periode dia menjabat. Tapi tidak dengan Ahok.
“Kami pun bingung pakainya, makanya pakai 0,1 persen dan itu pun masih lebih. Jadi, saya ambil 0,12 persen. Saya mau kasih uang operasional saya kepada wali kota dan sekda supaya kalau ke kawinan atau undangan, mereka ada uang,” kata Ahok pada bulan April 215 saat dia masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Sepertinya hanya Ahok seorang di negeri ini yang bingung ketika memiliki kesempatan mendapatkan duit banyak. Pejabat yang lain, kebanyakan mereka justru masih merasa kurang dan maka seringkali juga masih membuat aturan-aturan yang menguntungkan dirinya dan juga kelompoknya.
Maka wajar bila banyak orang tak suka pada dirinya. Di mana pun Ahok duduk pada sebuah jabatan, negara dan rakyat diuntungkan, namun di sisi lain para pejabatnya tidak. Banyak dari mereka yang tak suka menjadi pejabat yang berpihak pada negara dan rakyat.
Bila Soekarno pernah berkata “beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia” sepertinya ungkapan itu akan terwujud bila negara ini punya 10 orang seperti Ahok. Apa yang pernah dikatakan Presiden pertama Indonesia itu pasti menemukan pembuktiannya.(Karto Bugel/Sdj Tpp)