(Tabloidpilarpost.com), 30 jam berlalu, tetap tak ada kabar bagaimana nasib KRI. Nanggala yang dinyatakan hilang 21 April pukul 03.00 KRI. Kapal Republik Indonesia, Inggris pakai awalan HMS – His/Her Majesty’s Ship, Australia – HMAS – His/Her Majesty’s Australian Ship – untuk menyebut kapal perang
Spekulasi berkembang. Sorenya ada kabar: kapal telah ditemukan. Orang langsung merasa lega. Semua memikirkan nasib dan keselamatan ke-53 krunya. Soal kapal, biar saja, masih bisa dibuat lagi. Keselamatan manusia tetap nomor satu.
Ternyata kabar –kapal telah ditemukan- tadi baru sebatas –kemungkinan- koordinat posisi kapal. Baru itu. Baru posisinya saja. Sekali lagi, bagaimana nasib kru-nya?
Tadi, 22 April, pukul 09.55, muncul berita: Puspen TNI belum pastikan penemuan (lokasi) KRI Nanggala nomor lambung 402. Artinya, berita ini mementahkan kabar sebelumnya. Posisi kapal ternyata masih misteri.
Lalu masuk kabar lainnya, Panglima TNI mengijinkan kapal penyelamat dari Singapura untuk mencari -lokasi- kapal. Jadi firm, lokasi Nanggala masih belum diketahui.
Saya sungguh risau, soalnya, dari -sejarah- sebelumnya, kalau ada kapal selam hilang -apa boleh buat- selalu berakhir sedih.
Apa yang dialami KRI Nanggala mirip kisah kasel (kapal selam) AL Argentina, San Juan. Tanggal 15 November 1917, pagi 07.30, Kapal mengalami masalah pada baterei lalu blackout, sulit dikendalikan dan hilang. San Juan dikabarkan juga berada di dekat palung (jurang) laut. 2 Minggu dicari tak ketemu. Lokasinya baru ketahuan setahun kemudian berkat info kapal selam Amerika. Ke-44 krunya gugur dalam tugas.
Ada kisah lain, kapal selam hilang juga bisa terjadi tepat di depan ‘hidung’ kapal penyelamat, yang –sebenarnya- memang disediakan sebagai bantuan bila kondisi darurat muncul.
10 April 1963, USS. Thresher (USS. United States Ship) adalah kasel bertenaga nuklir. Jenisnya: pemburu dan pembunuh. Kapal masih gres, baru dua tahun keluar galangan dan canggih di kelasnya saat itu. Hari itu Thresher akan melakukan tes penyelaman dalam, hingga mencapai 1.000 feet atau sekitar 305 m di bawah air. Dilakukan di lokasi sekitar 350 km sebelah timur kota Boston, Massachusetts.
Demi keselamatan, kasel dengan 129 kru didampingi USS. Skylark (kapal permukaan) yang akan bertindak sebagai kapal penyelamat, bila terjadi apa-apa. Setelah melalui prosedur ketat, Thresher pun mulai melakukan penyelaman.
Sesuai kesepakatan, setiap menyelam sedalam 100 feet -30 meter- Theresher akan memberi kabar soal kondisinya pada Skylark.
Semula semua berjalan lancar: 100-200-300, ………sampai akhirnya di kedalaman 900 feet, 274, 32 meter, kapten kapal Thresher melaporkan ada masalah serius. Laporan terputus, karena mendadak kapal hilang kontak.
AL Amerika segera melakukan pencarian besar-besaran. Hasilnya? Baru 25 Juni, atau dua setengah bulan kemudian, posisi kapal diketahui. Tubuh Thresher luluh lantak.
Setelah dilakukan penyelaman disimpulkan, penyebab kecelakaan kasel itu karena ada pengelasan badan kapal yang tak sempurna. Dalam tekanan ribuan ton di kedalaman laut, retak sangat kecil dan kebocoran satu –ujung- jarum saja bisa membawa petaka. Gambaran simpelnya mirip balon udara di dalam air, lalu ditusuk jarum.
Prancis juga pernah mengalami kecelakaan kasel, kapal Surcouf membawa lebih banyak kru, yakni 130 orang, hilang di tanggal 18/19 Februari 1942. Dan kasel Kursk –kapal selam nuklir milik Rusia- tenggelam dengan 118 kru di dalamnya, tahun 2000.
Bagaimana sesungguhnya cara menolong kasel yang kecelakaan? Sulitkah? Jawabanya: sangat sulit. Menolong dengan mengirim penyelam sangat berbahaya. Di kedalaman 100 meter saja tak banyak penyelam yang mampu menahan kuatnya tekanan air, apalagi, bila posisi kapal ternyata lebih dalam lagi…
Ada jalan lain yakni mengutus kapal selam lain untuk menolong. Kapal penyelamat akan menempelkan badan lalu transfer kru bisa dilakukan melalui pintu.
Namun ini juga sangat sulit dan sangat berisiko.
Pertama, kapal penolong harus tahu pasti dimana posisi awak yang akan ditolong, adakah pintu darurat di sana? Kedua, arus di dalam laut sangat berbahaya. Kapal bisa saling bentur dan saling seret. Dan di atas semua itu, pertolongan harus dilakukan dengan cepat, ini mengingat terbatasnya oksigen di dalam kapal yang sedang kena musibah.
Ada yang bertanya, mengapa kru tak keluar kapal saja? Jawabannya: pakai apa? Apakah peralatan penyelaman dalam kondisi darurat ada di dekat mereka? Bagaimana kalau ada di tempat lain dan lokasi itu kini diisolasi? Kalaupun bisa keluar tekanan dalam air –yang sangat besar- sudah menunggu. Tak semudah yang dibayangkan orang.
Saya sungguh berharap semua awak Nanggala selamat, dan tak mau berspekulasi lebih lanjut. Semata, karena rasa hormat saya –yang luar biasa besar – pada para kru. Menjadi awak kasel itu hebat! Hanya para pemberani yang mampu melakukan. Dan, mereka semua -pasti- melakukan yang terbaik demi utuhnya NKRI kita.
Doaku utk kru Nanggala.
(Daengku Tpp/Ridho Tpp)