Malang , (Tabloidpilarpost.com), Arek Malang pendukung setia Bapak Presiden Indonesia Joko Widodo, yang juga merupakan anggota dari lembaga Reclasseering Indonesia, mengaku menjunjung tinggi kepemimpinan serta program-program Presiden Jokowi.
Salah satunya ialah program Presiden Jokowi terkait pemberantasan pungli. Presiden Joko Widodo pernah menegaskan, akan ikut mengawasi semua pungutan liar yang terjadi di berbagai instansi pemerintah, tak peduli berapa besar jumlahnya.
“Bukan hanya Rp. 500.000,- atau Rp. 1.000.000,- urusan Rp. 10.000,- pun akan saya urus,” kata Presiden Jokowi.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi menegaskan bahwa ini bukanlah persoalan uang, melainkan tentang pelayanan terhadap masyarakat.
“Pungli pada umumnya memang berjumlah kecil, tetapi jika terjadi setiap hari di seluruh Indonesia, maka jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah dan merugikan negara,” terangnya.
Terkait pungli tersebut, Reclasseering Indonesia mendapatkan temuan-temuan pungli pajak di kawasan hutan di wilayah Kabupaten Malang, serta dugaan adanya jual beli lahan hutan yang sudah terjadi selama puluhan tahun dan tidak pernah terungkap.
Tujuan Reclasseering Indonesia mengungkap kasus tersebut, selain untuk upaya pemberantasan pungli, juga mempunyai tujuan untuk mengembalikan hak masyarakat serta APBD pendapatan daerah.
Anggota Tim Reclasseering Indonesia mengatakan, temuan ini sudah dilaporkan melalui pesan WA ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepada Kepala Staff Kepresidenan Bapak Moeldoko. Melalui pesan WA juga, Reclasseering Indonesia melapor kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Anggota Tim Reclasseering Indonesia menjelaskan, bahwa pihaknya memang sengaja belum melaporkan secara formal temuan ini karena masih menunggu arahan-arahan dari pihak terkait.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) masih diperlukan di Indonesia.
“Kasusnya ringan-ringan, tapi berbahaya kalau jumlahnya banyak,” ungkap Mahfud MD.
Mahfud yang juga menjadi penanggung jawab Satgas Saber Pungli menilai, meskipun satgas tersebut bertugas memberantas pungli, tetapi tidak memiliki wewenang pro justitia atau tindakan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Bila dalam kasus dugaan tindakan pungli didapati unsur-unsur tindak pidana, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada polisi atau jaksa yang memiliki kewenangan pro justitia,” lanjutnya.
Sedangkan jika dalam kasus pungli tidak didapati unsur pidana, tetapi maladministrasi, kasusnya direkomendasikan ditindaklanjuti inspektorat lembaga terkait.
Oleh karena itu, Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli dijabat oleh Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian RI.
Adapun wakilnya ialah Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung.
Anggota Reclasseering Indonesia berharap, kasus pungli dan jual beli tanah di kawasan hutan ini diusut tuntas sampai ke akar-akarnya.
“Agar semuanya di babat tuntas tidak pandang bulu, entah itu dari oknum pengurus LMDH, mantri hutan, mandor, KPH, oknum kepala desa ataupun camat, maupun dinas-dinas terkait yang mungkin ikut terlibat atas pungli dan jual beli lahan hutan ini mohon untuk segera diselidiki dan ditindak,” ujar Eko Susianto.
Karena anggota Tim Reclasseering Indonesia ini pun juga atas permintaan dari warga masyarakat yang merasa dirugikan, khususnya para anggota LMDH setempat.
“Ada beberapa aliansi mahasiswa pecinta dan pemerhati lingkungan hidup dari 4 Universitas terkenal di Kabupaten Malang dan Surabaya, serta ada 12 masyarakat dari 3 Desa yang meminta langsung kepada saya untuk membantu mengatasi masalah ketidakseimbangan ini, yakni warga Desa Lebakharjo, Desa Pujiharjo dan Desa Lenggoksono, yang ketiga Desa tersebut ada di Kecamatan Ampelgading dan Kecamatan Tirtoyudo,” imbuhnya.
Ada juga 6 pengacara dan advokat terkenal dari Jakarta, Surabaya, Malang dan Bandung yang turut mendukung langkah anggota Reclasseering Indonesia ini.
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa selama ini semua kasus tidak pernah sampai ke rana hukum, selalu saja berhenti di meja mediasi oknum Kecamatan.
Diduga kuat, adanya persekongkolan antara oknum-oknum yang bersangkutan, termasuk adanya oknum polisi ‘nakal’ yang turut membantu pihak yang salah karena sudah menerima ‘amplop’ yang jumlahnya tidak mungkin sedikit.
Untuk itu, warga masyarakat sangat berharap, agar hukum serta keadilan di Indonesia ini ditegakkan, terutama di wilayah-wilayah terpencil yang jauh dari pantauan para Menteri dan juga Bapak Presiden.
Agar oknum yang berwenang dari Jakarta, turun langsung mengecek dan menindak upaya pungli dan jual beli lahan ini, Propam Polda Jatim pun juga harus mengecek anggotanya yang ‘nakal’ dan sering mendapat ‘amplop’.
Pungutan-pungutan semacam ini sudah lama dilakukan dan masyarakat yang tidak paham hukum hanya bisa menurut saja. Itu sebabnya perlu adanya penyuluhan dan sosialisasi terkait hukum di setiap Kecamatan atau setiap Desa, agar seluruh lapisan masyarakat patuh, taat dan sadar hukum, serta tidak lagi tertipu oknum-oknum nakal yang sengaja memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tersebut.
Adapula oknum LSM dan oknum media yang nakal dan sengaja memanfaatkan masyarakat awam tersebut, bukan malah membela masyarakat melainkan melakukan pembodohan-pembodohan yang membuat masyarakat malah mengeluarkan banyak uang untuk oknum media dan oknum LSM nakal tersebut.
Agar Kemenkumham lebih teliti lagi dalam memberi perijinan dan pengesahan kepada suatu lembaga atau media, jika ada lembaga atau media yang nakal seperti ini, agar ijin dari Kemenkumham dicabut saja, karena beberapa oknum lembaga dan oknum media sudah teridentifikasi dan siap dilaporkan.
Hukum di Indonesia harus ditegakkan, jangan lagi hukum meruncing ke bawah dan tumpul ke atas, karena hukum tertinggi adalah kesejahteraan rakyat.
(Eko S/Linda Tpp/Sdj Tpp)