Malang – , (Tabloidpilarpost.com), Terkait dugaan jual beli lahan hutan serta dugaan pungutan liar penarikan pajak di wilayah hutan Lebakharjo Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang, serta di wilayah hutan Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang mulai ditanggapi oleh pemerintah pusat.
Pasalnya, banyak warga anggota LMDH dan non LMDH yang melapor ke Lembaga Reclasseering Indonesia (RI) terkait pembayaran pajak yang seakan merucut pada pungutan liar.
Sebab, menurut salah satu narasumber yang enggan d sebut namanya, pajak yang diminta oleh Pengurus LMDH setempat nilainya cukup besar dan tidak sesuai dengan perjanjian awal.
“Yang meminta dan menerima pajak dari kami ada pengurus LMDH, dan oknum perhutani, termasuk Asper, mantri hutan dan mandornya,” ujar salah satu narasumber.
Narasumber yang merasa keberatan dengan adanya pungutan tersebut sempat menyebut dua nama, yakni Boiman dan Sunari.
Sampai saat ini, masyarakat dan anggota LMDH di dua wilayah hutan tersebut masih menyimpan tanda tanya, apakah pajak itu memang benar disetor ke Dinas Perpajakan Kabupaten Malang, atau malah masuk kantong sendiri.
Tidak hanya itu, masyarakat juga resah dengan adanya jual beli lahan hutan yang dialibikan oleh oknum perhutani bahwa si pembeli tanah hutan tersebut adalah warga yang juga menggarap dan bermitra dengan perhutani.
Padahal, mereka bukanlah warga setempat dan juga bukan anggota LMDH setempat, serta sudah jelas kalau mereka itu tidak mendapatkan SK Kulin KK dari Menteri LHK.
Yang lebih parah lagi, anggota LMDH yang bermitra dengan perhutani harus membayar lagi saat meminta surat jalan pemotongan kayu hutan, padahal kayu hutan yang ditebang tersebut berada di wilayah tanah yang digarapnya selama puluhan tahun, dan sudah disetujui oleh KPH setempat sesuai dengan yang tertulis dalam Nota Kesepakatan Kerjasama (NKK) yang sudah disepakati bersama.
“Kami harus meminta surat jalan ke Kepala Desa, dan harus membayar sekitar Rp. 200.000,- hingga Rp. 250.000,-” imbuh si narasumber.
Diduga, para penggarap lahan perhutani diluar anggota LMDH pun juga ditarik pajak oleh pihak perhutani.
“Setiap warga masyarakat yang menggarap lahan hutan perhutani, wajib membayar pajak dan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke oknum perhutani lewat pengurus LMDH, dan besarannya tidak sama setiap orang, tergantung luas lahan dan jenis hasil panennya,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dirinya dan masyarakat lain harus membagi hasil atau membayar cukai atas hasil panenannya, seperti cengkeh, kopi, pisang, serta hasil panenan lainnya.
Masyarakat meminta kepada pemerintah pusat agar segera turun langsung dan mengecek kebenaran yang ada dilapangan. Sebab, masyarakat sangat merasa banyak dirugikan dengan adanya sistem perpajakan yang nilainya diatas rata-rata.
“Harapan kami semoga pemerintah segera menindak tegas oknum-oknum yang nakal dan curang, ga peduli itu ada keterkaitannya dengan Kepala Desa setempat atau tidak, yang jelas harus disikat habis semua pelaku korupsi tersebut,” ungkapnya.
Yang mana semua peraturan tentang kehutanan tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
(Eko S/Ridho Tpp)